Hadapi hidup dengan semangatmu...Dan Tersenyumlah pada semua orang...

This Is Me

This Is Me
it's my life

This is Me

The Ordinary Boy

Selasa, 30 November 2010

KOPERASI SEBAGAI LEMBAGA EKONOMI RAKYAT

Koperasi sebagai sebuah lembaga ekonomi rakyat telah lama dikenal di

Indonesia, bahkan Dr. Muhammad Hatta, salah seorang Proklamator Republik

Indonesia yang dikenal sebagai Bapak Koperasi, mengatakan bahwa Koperasi adalah

Badan Usaha Bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan

mereka yang umumnya berekonomi lemah yang bergabung secara sukarela dan atas

dasar persamaan hak dan kewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya[1].

Menurut UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, dalam Bab I, Pasal 1,

ayat 1 dinyatakan bahwa Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan

orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya

berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus gerakan ekonomi rakyat yang berdasar

atas asas kekeluargaan. Sedangkan tingkatan koperasi dalam UU tersebut dikenal

dua tingkatan, yakni Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder. Koperasi Primer

adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang, dan

Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan

Koperasi.

Tujuan pendirian Koperasi, menurut UU Perkoperasian, adalah memajukan

kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut

membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang

maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Secara konsepsional, Koperasi sebagai Badan Usaha yang menampung pengusaha

ekonomi lemah, memiliki beberapa potensi keunggulan untuk ikut serta memecahkan

persoalan social-ekonomi masyarakat. Peran Koperasi sebagai upaya menuju

demokrasi ekonomi secara kontitusional tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945. Namun

dalam perjalanannya, pengembangan koperasi dengan berbagai kebijakan yang telah

dicanangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, keberadaannya masih belum

memenuhi kondisi sebagaimana yang diharapkan masyarakat[2].

Secara kuantitatif jumlah koperasi di Indonesia cukup banyak, berdasarkan

data Departemen Koperasi & UKM pada tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang

aktif mencapai 28,55%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT)

hanya 35,42% koperasi saja. Dengan demikian, dari segi kualitas, keberadaan

koperasi masih perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk ditingkatkan mengikuti

tuntutan lingkungan dunia usaha dan lingkungan kehidupan dan kesejahteraan para

anggotanya.

Namun dalam kenyataan yang dirasakan hingga saat ini, seringkali terjadi

debat publik untuk menegakkan kedua pilar utama di atas hanya terjebak pada

pilihan kebijakan dan strategi pemihakan yang skeptis dan cenderung

mementingkan hasil daripada proses dan mekanisme yang harus dilalui untuk

mencapai hasil akhir tersebut.

Di samping lembaga Koperasi yang telah dikenal, saat ini juga berkembang

lembaga Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang merupakan lembaga pendukung kegiatan

ekonomi masyarakat kecil bawah (golongan ekonomi lemah) dengan berlandaskan

sistem ekonomi Syariah Islam. Badan Hukum dari BMT dapat berupa Koperasi untuk

BMT yang telah mempunyai kekayaan lebih dari Rp 40 juta dan telah siap secara

administrasi untuk menjadi koperasi yang sehat dilihat dari segi pengelolaan

koperasi dan baik (thayyiban) dianalisa dari segi ibadah, amalan shalihan

para pengurus yang telah mengelola BMT secara Syariah Islam. Sebelum berbadan

hukum koperasi, BMT dapat berbentuk sebagai KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat)

yang dapat berfungsi sebagai Pra Koperasi.

Tujuan berdirinya BMT adalah guna meningkatkan kualitas usaha ekonomi bagi

kesejahteraan anggota, yang merupakan jamaah masjid lokasi BMT berada pada

khususnya dan masyarakat pada umumnya. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan

ekonomi umat sebagai bagian dari pembangunan ekonomi kerakyatan, maka sudah

seharusnya memanfaatkan dan memberdayakan Koperasi dan BMT sebagai lembaga yang

menghimpun masyarakat ekonomi lemah dengan mengembangkan iklim usaha dalam

lingkungan sosial ekonomi yang sehat dan menggandeng lembaga-lembaga

pemerintahan daerah, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan Lembaga

Perbankan Syariah , yang sedang berkembang saat ini di Indonesia, dalam sebuah

bentuk kemitraan berupa pembinaan manajerial koperasi, bantuan pengembangan

perangkat dan sistem keuangan mikro, serta kerjasama pendanaan dan pembiayaan .

Dengan membuat sebuah program kemitraan bagi BMT, maka diharapkan dapat

mengembangkan usaha-usaha mikro, sebagai pelaku utama ekonomi kerakyatan, yang

akan sulit jika dibiayai dengan menggunakan konsep perbankan murni, dan di sisi

lain kemitraan ini juga akan meningkatkan kemampuan Koperasi dan BMT sebagai

lembaga keuangan alternatif yang akhirnya program ekonomi Kerakyatan yang

didengung-dengungkan selama ini dalam mencapai visi mencapai kesejahteraan

lahir dan bathin, insya Allah akan dapat terwujud. Namun sebelum mewujudkan

visi masyarakat sejahtera lahir dan bathin, kita harus menyadari bahwa makna

kesejahteraan yang ingin dicapai bukan hanya dari sisi materi semata, tetapi

lebih dari itu yakni mempunyai ketersinggungan dengan apek ruhaniah yang juga

mencakup permasalahan persaudaraan manusia dan keadilan social ekonomi,

kesucian kehidupan, kehormatan individu, kebersihan harta, kedamaian jiwa dan

kebahagiaan, serta keharmonisan kehidupan keluarga dan masyarakat,

sehingga mendiskusikan konsep kesejahteraan tersebut tidak terbatas pada

variable-variabel ekonomi semata, melainkan juga menyangkut moral, adat, agama,

psikologi, sosial, politik, demografi, dan sejarah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar